June 19, 2005

Pengetahuan Iman Tentang Kristus (Pdt.Yohanes Lilik, M.Th.)

Filipi 3 : 1b 14

Firman ini bukan sekedar kehendak Rasul Paulus, tetapi merupakan kehendak Roh Kudus sendiri yang memberikan iluminasi dan inspirasi, sehingga tulisan Wahyu ini memberitahukan kepada kita bahwa Allah berfirman. Kita sebagai orang percaya harus memiliki kehendak untuk mengenal Kristus dan kuasa kebangkitanNya, bersekutu di dalam penderitaanNya, menjadi satu de­ngan kematianNya dan kemudian dibangkitkan bersama-sama dengan Kristus. Hal ini harus menjadi prioritas utama di dalam hidup kita. Pentingnya pengetahuan tentang Kristus dan tentang Injil merupakan sesuatu yang sangat mendasar di dalam hidup or­ang percaya. Di dalam Yohanes 17:3 Yesus berkata: "Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka me­ngenal Engkau.". Hidup yang kekal adalah mengenal Yesus Kristus yang diutus. Hidup yang kekal memiliki fokus pikiran yang tertuju kepada Allah. Dan tidak ada satupun pengetahuan yang benar tentang Allah tanpa pengenalan akan Kristus. Dan pengetahuan yang benar tentang Kristus akan membawa kepada hidup yang kekal. Apa yang dikatakan di dalam ayat ini bukan sekedar pengetahuan kognitif. Pengenalan akan Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang diutus sebagai hidup yang kekal melibatkan seluruh totalitas hidup kita. Bukan hanya melibatkan intelek tetapi juga emosi dan kehendak kita. Ada interaksi interpersonal antara Kristus dan kita di dalam mengenal Allah yang benar. Dan pengetahuan yang didasarkan pada Kitab Suci sebagai pengetahuan iman ini disebut dengan experiential knowledge. Jika kita kembali kepada peristiwa sebelum kejatuhan (Kejadian 3:22), Al­lah mencipta manusia segambar dan serupa dengan Allah. Manusia dicipta dan dikaruniai true knowlegde (me­miliki pengetahuan yang benar), se­hingga mereka tahu mana yang be­nar. Interpretasi tentang Firman benar-benar telah tertanam dalam jiwa mereka sehingga mereka mengerti apa yang Allah katakan. Manusia juga dikaruniai true holiness, sesuatu kekudusan yang terpancar keluar sebagai kegemilangan karunia-karunia supranatural di dalam dirinya. Kekudusan itu terpancar keluar karena dia dicipta seturut gambar dan rupa Allah. Dan dengan demikian, hidup manusia juga memancarkan true righteousness. Pada waktu manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah, manusia mengerti tentang yang baik dan yang jahat secara kognitif. Tetapi di dalam peristiwa Kejadian 3:22 ini, kita melihat bahwa pengetahuan manusia akan yang jahat itu bersifat experiential (sudah menjadi pengalaman). Itu sebabnya Allah berfirman: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, ...maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil buah kehidupan supaya ia hidup selama-lamanya." Yang disebut menjadi salah satu dari antara kita adalah seperti Kristus. Di dalam kekekalan Kristus telah ditetapkan Allah untuk mengalami penderitaan dan sengsara karena dosa. Dia yang tidak berdosa menanggung dosa-dosa kita. Dia mengenal tentang dosa secara experiential, tetapi dalam kategori yang berbeda dengan kita yang melakukan dosa. Sehingga pengetahuan yang experiential ini betul-betul menjadi sesuatu yang penting supaya Kristus bisa menolong kita yang telah ber-dosa terlepas dari belenggu dosa.

Di dalam Alkitab ada dua jenis pengetahuan. Pertama, yaitu intelek yang bersifat rasional (kog-nitif). Kedua adalah pengetahuan yang bersifat experiential. Apa yang dikatakan dalam Filipi pasal ke 3 ini merupakan experiential knowledge. Dimana yang dikehendaki oleh Rasul Paulus adalah mengenal Kristus secara personal. Di dalam teks ini diberitahukan bahwa ada dua objek yang berbeda dari experiential knowledge. Yang pertama adalah objek yang bersifat external atau lahiriah (ayat 4-6). Dan yang kedua adalah objek yang bersifat substansial (esensi dari yang bersifat external). Paulus pernah membaca Kitab Suci dan dia belajar taurat bertahun-tahun, tetapi pengalaman berharga yang dia pelajari selama itu adalah pengalaman lahiriah. Tetapi, pengetahuan yang bersifat substansial, yang pertama adalah mengenal Kristus. Kedua, kuasa kebangkitanNya. Dan ketiga adalah persekutuan di dalam penderitaanNya. Di dalam kehidupan, kita sering kali mengikut Yesus hanya secara lahiriah saja. Kita berdoa tetapi tidak ada persekutuan dengan Tuhan. Kita hanya senang berdebat teologi tetapi esensi teologi itu tidak benar-benar berakar di dalam hati dan merubah hidup kita. Dan banyak orang Kristen berpikir bahwa dia telah mengikut Kristus begitu lama serta mengerti teologi dengan begitu dalam tetapi semua hal itu hanya bersifat lahiriah saja dan tidak berarti. "Yang kukehendaki adalah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya...", suatu pengenalan dimana Kristus hidup di dalam diri kita.

Kita telah mengetahui bahwa ada dua macam knowledge, yaitu kognitif dan experiential. Dan juga ada dua macam objek dari experiential knowledge, yaitu lahiriah dan substansial (esensinya). Ketika saudara mau mengenal yang substansial ini, ada fondasi dimana saudara berdiri di atasnya, yaitu works (kebenaran atau jasa sendiri) dan yang kedua adalah faith (iman kepada Kristus). Faith harus menjadi fondasi dari pada experien­tial knowledge. Jadi, "Yang kukehen­daki adalah mengenal Dia, kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya" adalah suatu experiential knowledge by faith. Pengetahuan yang bersifat penga­laman oleh iman. Bukan berdasarkan kebenaran dan jasa kita sendiri karena mentaati taurat tetapi berfondasikan iman kepada Tuhan.

Ketika kita melihat ayat 12, pertama yang menangkap adalah Yesus. Dan kedua, yang menangkap adalah Paulus. Jadi gerak pertama adalah Kristus yang menangkap kita. Sehingga experiential knowledge by faith itu adalah Kristus yang menang­kap kita terlebih dahulu supaya kita mengenal Dia. Dialah yang memiliki inisiatif terlebih dahulu. Kalau saudara sudah ditangkap Kristus, saudara otomatis sudah menjadi milik Kristus. Tetapi di sini Paulus berkata bahwa dia seolah-olah mau terus menangkapnya. Sudah memperoleh tetapi terus merasa kurang. Dia mau berjuang dengan sekuat tenaga supaya mem­peroleh Kristus dengan berfondasikan iman yang sejati, bukan kognitif knowl­edge. Itulah pengetahuan iman yang benar. Yaitu ketika kita menginginkan Kristus lebih dan lebih lagi. Ketika kita berdiri di atas fondasi yang palsu yaitu works (pekerjaan manusia dan kebe­naran diri sendiri), kita akan roboh seperti rumah yang dibangun di atas pasir. Tetapi membangun di atas dasar iman yang dianugerahkan Kristus, disinilah kita berdiri dengan sangat kokoh dan tangguh. Dan disinilah objek experiential knowledge by faith menjadi subjek dan kita menjadi objek. Pada waktu saudara membaca Firman Tuhan dan mengenal Allah yang benar, Firman itu akan menjadi subjek dan kita menjadi objek. Kristus yang kita kenal itu menjadi subjek dan menguasai kita. Dia memimpin pikiran, hati dan pertimbangan-pertimbangan yang ada di dalam jiwa kita. Dia mengarahkan kemauan dan emosi kita kepada Tuhan. Knowledge men­jadi subjek, adalah hal yang pertama. Dan hal yang kedua adalah, hidup itu menjadi suatu komunikasi personal. Di dalam Yohanes 7:17 kita melihat bahwa melakukan adalah hal yang lebih dahulu. Inilah knowledge experi­ential by faith. Saudara akan benar-benar mengerti Firman Tuhan bukan dari pengertian-pengertian yang diterima. Tetapi saudara mengerti Firman itu sesudah saudara melakukannya. Apa yang saudara pelajari dari Kitab Suci, saudara terima dalam hati dan saudara terima sungguh-sungguh dengan sepenuh hati, lalu saudara melakukan, baru saudara betul-betul memiliki experiential knowledge by faith. Pada waktu saudara berdiri di atas iman dan melakukan Firman, maka saudara punya keyakinan bahwa ini adalah betul Firman Tuhan. Yohanes 8:31-32 memberitahukan bahwa jika saudara tetap setia melakukan Firman dan tetap setia di dalam Firman, maka saudara akan mengerti Firman.

Banyak orang Kristen memiliki kehidupan iman yang lemah dan tidak sungguh-sungguh mengenal Kristus karena pikirannya penuh dengan dosa dan keduniawian. Paulus berkata: "Yang kukehendaki adalah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan menjadi satu dalam penderitaan-Nya." Menjadi satu di dalam pende­ritaan-Nya, menjadi serupa dengan Dia di dalam kematian-Nya dan akhir-nya beroleh kebangkitan dari antara orang mati adalah sesuatu yang sangat indah. Paulus memiliki kerinduan untuk mengenal Kristus dan kuasa kebangkitanNya dengan cara bersatu dengan penderitaan Kristus. Menjadi satu dengan penderitaan Kristus berarti menjadi serupa dengan Dia di dalam kematianNya, supaya pada akhirnya memperoleh kebangkitan dari antara orang mati. Mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya me­rupakan kuasa terbesar di sepanjang sejarah. Kuasa ini tidak bisa dimatikan karena kuasa kebangkitan adalah kuasa yang mengalahkan kematian. Paulus mau menjadi serupa dengan Dia di dalam penderitaanNya, bersekutu dengan penderitaanNya, menderita demi Injil Kristus, menderita karena kebenaran dan men­derita demi nama Yesus Kristus. Kita harus mengingat bahwa ketika kita menyaksikan Injil Kristus, disitulah kita bersekutu dengan penderitaanNya dan memiliki persekutuan dengan kuasa kebangkitanNya. Jika kita tidak mengalami penderitaan Kristus dan menderita demi Injil, kita tidak akan pernah mengalami kuasa itu. Kita akan mengalami kuasa Kristus de­ngan begitu hebat pada waktu kita beriman dan menderita bagi nama-Nya dan demi InjilNya. Kita akan tetap berdiri tegak karena iman di dalam Yesus Kristus walaupun kesusahan memukul kita dengan bertubi-tubi karena Injil. Paulus berkata: "Tidak ada yang merupakan rahasia bagiku, baik di dalam kesusahan atau di dalam kelimpahan. Aku tahu apa artinya kesusahan. Aku tahu apa artinya kelimpahan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepada-ku." Beritakanlah Injil! Dan beranilah menderita demi Injil Kristus! Sehingga kita mengenal Kristus, bersatu di dalam penderitaanNya dan menge­nal kuasa kebangkitanNya di dalam hidup kita, bukan secara kognitif, tetapi secara experiential knowl­edge by faith. Tuhan memberkati.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah - DP).