July 27, 2003

AKU dan HARTAKU

Ibrani 13 : 6
Minggu lalu kita telah membahas, jangan menjadi hamba dari hartamu. Manusia harus bisa memisahkan dua hal yang ada di dalam hidupnya: diri yang berada di dalam dirinya dan harta yang berada di luar dirinya. Karena aku itu aku, kepunyaanku bukan aku, dan aku bukan kepunyaanku. Aku ini kekal, tapi kepunyaanku tidak kekal, aku akan kembali kepada Tuhan, sementara kepunyaanku, suatu saat nanti akan binasa. Seperti kata fiman Tuhan: dunia beserta segala nafsunya akan binasa, hanya mereka yang menjalankan kehendak Allah hidup untuk selama-lamanya. Alkitab bukan saja tidak melarang manusia mempunyai banyak harta, bahkan memelihara hak milik pribadi dengan tidak memperbolehkan orang lain melirik, mengambil, merampas kepunyaannya –hukum kesepuluh. Alkitab mengizinkan kita memiliki harta benda, namun Alkitab juga mengajarkan, jangan tamak, puaskan dirimu dengan apa yang ada, jangan menginginkan sesuatu di luar prinsip yang sudah Tuhan tetapkan. Harta benda yang diluar diri kita, hanyalah sesuatu yang Tuhan pinjamkan kepada kita. Waktu kita mati, kita tidak membawanya pergi, kitalah yang akan menghadap Tuhan sang Pencipta. Kalau kita bisa memisahkan keduanya dengan jelas, barulah kita tahu , bagaimana menangani kepunyaan kita: tidak tamak, puas akan apa yang sudah kita miliki. Minggu lalu kita sudah membahas, Alkitab tidak pernah melarang manusia berambisi menjadi besar. Kata Yesus, jika kamu ingin menjadi besar, jadilah hamba semua orang. Maksudnya Tuhan memberi kita kebebasan plus prinsip(perintah yang harus dijalankan). Nothing wrong to be big, to be ambisius, masalahnya ambisimu untuk apa, ambisi itu datang dari mana, diikat oleh prinsip apa? Kita boleh menjadi besar asal mengikuti jalur: kebenaran, keadilan, kesucian, kehendak Tuhan, maka orang yang mempunyai kemampuan dan kapasitas besar tapi tidak mau mengembangkan diri, dia berdosa. Sebaliknya orang yang tidak diberi kapasitas besar mau menjadi besar juga berdosa. Keselarasan antara ambisi dan kemampuan perlu kita jaga. Karena orang yang tidak mempunyai kemampuan dan kemungkinan menjadi besar tapi nekad menjadi sebesar mungkin pasti mencapainya dengan cara-cara yang tidak benar: merampok, menipu….mengganggu kepemilikan orang lain, melanggar prinsip yang telah Tuhan tetapkan. Tapi kalau kau bekerja keras, mengembangkan kemampuanmu, plus motivasi mau memuliakan Tuhan, membawa berkat bagi sesama, tidak mengikat diri di dalam dosa ---tiga hal yang mendasari etika Kristen: anything I do in order to glorify God, anything I do in order to beneficial for other, anything I do there is no bondage of sin in my action, dia boleh mengembangkan aspirasinya yang besar, Tuhan tidak pernah merugikan, membuang, juga tidak pernah meninggalkan manusia yang benar-benar jalan di dalam kehendakNya dan menyenangkan hatiNya. Pisahkan dulu dirimu dengan kepunyaanmu, baru katakanlah kepada rumahmu, mobilmu….segala yang kau miliki: kau bukan aku, aku bukan kau. Segala milikku Tuhan sementara pinjamkan padaku, yang boleh ku pakai, ku miliki, ku atur penggunaannya, dengan begitu kau memposisikan diri sebagai tuan atas milikmu, bukan milikmu yang menjadi tuan atasmu. Ingat kau sudah ditebus, diberi hak sebagai anak Allah, jangan lagi menjadi budak dosa atau budak harta. Karena anak Allah adalah orang yang Allah percayakan untuk menjadi tuan atas miliknya.
Hidup manusia di abad ke-20 sudah jauh lebih baik ketimbang mereka yang hidup di abad ke-19: di awal abad ke-20, 99% kota dan desa belum memiliki penerangan, tapi akhir abad ke-20, mungkin sisa satu atau dua persen kota yang tak memiliki penerangan. Menuntut maju adalah hak manusia, karena manusia dicipta seturut peta dan teladan Allah, diberi potensi dan kemampuan untuk menggunakan alam, membuat hidupnya menjadi lebih leluasa, lebih efisien, tapi ingat:aku bukan budak dari hartaku, hartaku tidak boleh memperbudak aku. Karena harta bisa menjadi tuan yang amat bengis, juga bisa menjadi hamba yang amat baik. Jika seseorang tidak tahu mengelola hartanya, dia akan dijerat mati oleh hartanya. Ada banyak orang kaya yang tidak mengerti hubungan yang jelas antara diri mereka dengan milik mereka, setiap hari dihantui oleh untung rugi, sampai-sampai menjadi stress, frustasi, depresi…menderita penyakit jiwa yang berat sekali. Saya akan mengangkat lagi kisah Howard Hughes. Waktu dia muda, dia begitu ambisius dan berhasil menjadi salah seorang yang terkaya di Amerika, profitnya bukan dihitung per bulan melainkan per detik, tapi dia mati karena kelaparan. Aneh bukan? Dua puluh tujuh tahun sebelum dia mati, dia tidak berani dekat dengan siapapun, hidup bersama seorang koki yang khusus memasak makanannya, karena dia hanya percaya padanya seorang, dia tak pernah makan di restoran atau menghadiri pesta. Lambat laun dia mulai berpikir, apa jadinya kalau si koki meracuni dirinya? Maka dia minta si koki makan dulu separuh dari makanannya, dia tunggu satu dua jam, barulah dia mau makan. Kemudian dia berpikir lagi, apa jadinya kalau dia menaruh racun di bagian makanan yang ku makan, diapun minta si koki makan bagiannya, lambat laun dia mati. Uangnya memang banyak, uang itu milik siapa? Milik dia. Tapi dia bisa mati dan uangnya tetap ada. Paradoks bukan? Kecuali kau bisa mengatur milikmu. Tahun 1975, ketika Howard Hughes mati, laporan penyebab kematiannya adalah: kurang makan, cukup menggemparkan di Amerika: apa gunanya dia kaya, tapi kelaparan? Bila seorang kaya tidak mengerti hubungan dirinya dengan harta miliknya, memang sangat kasihan. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, tidak pernah membuang kita, biarlah kita dengan berani, dengan yakin berkata: aku tidak takut apapun, karena Tuhan adalah Penolongku(ayat 6). Hidup yang bisa mengatakan, Tuhanlah Penolongku, aku tidak takut adalah hidup yang luar biasa bahagia. Orang yang umurnya panjang tapi setiap hari dirundung takut lebih malang dari mereka yang mati ketika masih muda. George Bernard Shaw, salah seorang pujangga besar Inggris, di awal abad ke-20 mengatakan, orang yang takut mati akan mati, orang yang tidak takut matipun akan mati. Apa bedanya? Orang yang takut mati setiap hari mati, tapi tidak jadi mati, dia bangun untuk takut mati lagi, sedangkan orang yang tidak takut mati hanya mati satu kali. Seorang yang hari-hari hidupnya dipenuhi rasa takut mati amatlah tersiksa. Betapa indahnya orang yang dengan konfiden berkata, Tuhan adalah Penolongku, Puji Tuhan, itulah hidup yang saya alami selama ini, kekurangan yang ada dalam hidup saya adalah: kuatir, takut, gelisah, marah yang tidak perlu. Apa itu kenyamanan jiwa? Iman, yang artinya tak perlu kuatir, takut, gelisah, marah-marah. Dulu, di London terdapat sebuah hotel kecil, di sana tertulis: saat kuatir mengetuk pintu, iman menjawab, yang kau cari tidak ada disini. Saat imanmu sempurna, kuatirpun lenyap, saat kuatir bertambah, imanpun berkurang. Mengapa kau selalu menguatirkan hal yang tak pernah terjadi? Karena di antara hal-hal yang kau kuatirkan, paling tidak ada tujuh puluh lima bahkan mungkin sampai sembilan puluh sembilan persen tidak pernah terealisasi. Epicurian School of philosophy yang ada dari abad ke-4 sebelum Masehi sampai abad ke-4 setelah Masehi, selama kurang lebih tujuh ratus lima puluh tahun merajalela di dunia Helenis: dunia Gerika mengucapkan satu kalimat yang saya rasa benar juga (walau tak perlu kita terima seratus persen): sebelum kau mati, mati belum datang, setelah kau mati, mati sudah berlalu. Tentang mati, orang Tionghoa melukiskan: sapi berbeda dengan babi, babi hanya tahu lari tak tahu apa itu mati, sapi tahu mati tapi tak tahu lari. Tahukah anda genius yang paling pintarpun, kira-kira hanya menggunakan lima persen dari potensi pikirannya, sampai dia mati, sembilan puluh lima persen kemampuan otaknya belum dia pakai. Sedangkan kau, mungkin hanya memakai satu atau dua persen saja, dari dua persen itu, sembilan puluh persennya kau hamburkan untuk kuatir, hanya sepuluh persen yang betul-betul kau pakai dengan baik. Mengapa kita hanya memakai pikiran kita untuk kuatir?, kuatir, takut, gelisah, marah-marah? Orang yang memakai pikiran yang dari Tuhan untuk memikirkan hal-hal itu saja, seumur hidupnya tidak akan maju. Mengapa ada orang yang baru percaya Kristus tiga tahun sudah masuk sekolah teologi, menjadi pengkhotbah yang seumur hidupnya terus-menerus dipakai Tuhan, sementara ada orang Kristen yang sudah puluhan tahun mendengar khotbah tetap tidak berani bersaksi, tidak pernah maju? Karena dia memakai pikiran yang begitu berharga untuk memikirkan hal-hal yang remeh dan hina, menggunakan potensi yang begitu bernilai hanya untuk kuatir, takut….saja. “dengan yakin aku berkata, Tuhan Penolongku, aku tidak takut”, itulah ciri khas iman Kristen. Mengapa dari zaman ke zaman, iman Kristen bagai api yang tak bisa dipadamkan, semangat yang tak bisa dipatahkan? Dibunuh, dianiaya, kelaparan, pedang, telanjang, mati syahidpun tak takut, karena Tuhan Penolongku. Sejak abad ke-1, orang Kristen yakin, entah pedang, telanjang, kemiskinan, kelaparan, mara bahaya, nabi palsu atau….tidak bisa memisahkan kita dari kasih Allah yang berada di dalam Kristus(Rm.8). orang Kristen dari abad pertama belajar tidak takut kepada dia yang hanya bisa membunuh tubuh tapi tidak bisa membunuh jiwa, maka tidak ada satu perkara yang bisa mengancam jiwanya, merebut kenyamanannya, lakukanlah perkara yang paling jahat atas diriku, yang penting, sebelum kau membunuhku, aku sudah melakukan sesuatu yang bernilai bagi Tuhan, bagi orang-orang yang Tuhan sudah serahkan padaku. Jika sebelum aku mati, aku melakukan hal yang merusak diri, merusak masyarakat, merusak moral pemuda, merusak zaman ini, meski umurku diperpanjang, bisa mencapai dua ratus tahunpun, tidak ada gunanya, sebaliknya, kalau aku sudah menjalankan kehendak Allah, membawa berkat bagi orang, meskipun umurku pendek juga tidak menjadi soal. Karena aku yakin, Tuhanlah Penolongku, aku tidak takut. Tak ada pendiri agama yang usianya pendek: Kongfuzu mencapai usia tujuh puluh dua setengah tahun, Socrates mencapai usia enam puluh delapan tahun, Mohammad mencapai usia enam puluh tiga tahun, Abraham mencapai usia seratus tujuh puluh lima tahun, Laotze mencapai usia delapan puluh sekian tahun, Sakyamuni mencapai usia delapan puluh tahun….pendiri-pendiri agama membutuhkan umur panjang untuk mengajarkan ajarannya, memberi pengaruh pada dunia, hanya Yesus yang mencapai usia tiga puluh tiga setengah tahun. Secara manusia, usia yang cuma tiga puluh tiga setengah tahun dan baru melayani tiga tahun setengah, pengaruh apa yang bisa dia berikan? Apalagi Dia tidak pernah beranjak dari Palestina; hanya berkeliling di Galilea, Yerusalem dan sekitarnya, tapi Dialah contoh yang paling baik. Peganglah prinsip ini, hidupmu bernilai atau tidak, tidak tergantung panjang atau pendek umurmu, kaya atau miskin, sehat atau sakit-sakitan, kau diterima atau dibantah oleh orang-orang sezamanmu, Yesus Kristuslah contoh terbaik, meski dilawan, diumpat, difitnah, diadili secara tidak adil, disalibkan, hanya hidup tiga puluh tiga tahun setengah, tidak memiliki kenyamanan secara fisik, tapi tak seorangpun sanggup melawanNya, meski Dia tidak pernah menulis satu lagu, tapi ada begitu banyak lagu dinyanyikan untukNya. Menurut catatan Guiness book of world record, at least half million hymns dipakai untuk memuji Tuhan. Secara manusia, sepertinya Yesus gagal total, namun sesungguhnya justru Dialah yang paling sukses. Itulah yang disebut paradoks. Mari kita back to the Bible: dari awal, kekristenan bukanlah agama yang mengajar kita melewati hidup yang enak, yang lancar, tak pernah mengalami gangguan, sejak awal Tuhan kita dipaku, Paulus dipenggal kepalanya, Petrus disalib dengan posisi terbalik, satu per satu rasul dianiaya bahkan sampai mati, namun iman Kristen adalah iman yang tak mungkin digagalkan, semangat Kristen bagai api yang tak mungkin dipadamkan, kebranian Kristen tak mungkin dipatahkan. Christian faith yang didasarkan atas apa? Inilah aku, dengan yakin aku berkata, Tuhan adalah Penolongku, aku tidak takut, Tuhan berjanji: I will never forsake you, I will never leave you alone, Aku menyertaimu. Biarlah orang Kristen sekali lagi mengingatkan diri: aku tidak takut, karena hati nuraniku tahu, aku patuh pada perintahNya, berjalan di dalam kehendakNya. Meski tubauhku bisa dibunuh atau kesulitan bisa saja menimpaku, kehendak Tuhan yang jadi, aku tidak takut, karena janji Tuhan tidak kosong: Aku menyertaimu sampai kesudahan alam. Meskipun kau melewati kematian, Aku menyertaimu(Mzm,23). Tahukah anda, Alkitab tiga ratus enam puluh lima kali menuliskan: jangan takut….yang cukup kita pakai setiap hari dari satu Januari sampai tiga puluh satu Desember. Mungkin kau berkata, ngomong sih begitu, aku tetap takut. Itulah celakanya: kau sudah banyak mendengar khotbah, tapi tak pernah berubah. Tak usah takut, Tuhan akan mencukupi, memimpin, Dia tidak pernah meninggalkan kita. Kemarin , Pdt. Kok Han menelpon: pak Tong, ada orang menawar tanahmu di Malang satu sekian milyar, jawab saya, boleh pikir-pikir. Uang itu tak akan masuk ke kas saya, satu milyar akan saya berikan untuk pembangunan gedung GRII, dua persen untuk ini dan itu, lima persen untuk pajak, sisanya untuk MRI Malang. Bagaimana dengan studi anak-anak saya? Biar mereka berjuang. Hidup ini adalah milik Tuhan, kalau perlu saya akan menjual rumah yang di Jakarta, pindah ke rumah yang lebih kecil, asal kehendak Tuhan, rencana Tuhan yang jadi. Karena saya adalah saya, milik saya adalah milik saya, , saya tidak dimiliki oleh milik saya, saya adalah tuannya bukan budaknya. Jangan takut, Tuhan menyertaiku. Jangan takut, Dia tidak meninggalkanku. Jangan takut, Dia adalah Tuhan yang mengikat janji dengan rencanaNya yang kekal. (ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah--EL)