January 30, 2005

Iman dan Perbuatan (3)

Yakobus 2: 19-26
Hari ini saya sangat bersukacita, karena masalah kemana kita harus menyalurkan dana bantuan kepada para korban bencana tsunami sudah dijawab oleh Tuhan. Itulah cara kerja kita: bukan merencanakan sesuatu yang besar dengan cara manusia, melainkan menunggu Tuhan. Karena gerakan untuk jangan begitu cepat menyalurkan dana begitu jelas, maka kita menunda sampai akhir Januari baru bertindak. Jadi, kita bukan melakukannya seturut dorongan emosi, mau cepat-cepat dapat nama, melainkan melakukannya dengan stabil. Karena uang bukan kita dapatkan dengan gampang, apalagi jemaat yang kurang mampu, maka kita tidak menyerahkannya pada orang yang serakah, yang munafik. Saya ingin membagikan satu prinsip hidup: memakai sesedikit mungkin uang, tapi mendatangkan hasil yang maksimal. Memakai karunia yang Tuhan beri semaksimal mungkin dalam pelayanan, agar Tuhan dimuliakan semaksimal mungkin. Memakai waktu yang sesedikit mungkin guna melaksanakan rencana Allah di dalam kekekalan yang bermutu, yang tak mungkin digeser oleh sejarah.Maka saat saya mengerjakan sesuatu, tangan kanan dan tangan kiri melakukannya secara bergantian, hingga saya bisa mengerjakannya selama berjam-jam tanpa perlu berhenti, sampai pekerjaan itu selesai. Seumur hidup ini, I squeeze myself, memeras otak, tenaga, uang, waktu, bakat, karunia…..yang saya miliki. Sekarang saya juga mengajak seluruh jemaat memeras uang, waktu, bakat…. Yang Tuhan anugerahkan pada kita. Mengapa ada orang yang baru terkena gigitan nyamuk saja sudah marah-marah, sedikit turun hujan sudah enggan berjalan? Karena waktu kecilnya terlalu dimanja. Saat kau berenang, hidungmu kemasukan sedikit air saja sudah susah bukan kepalang, apa jadinya kalau mengalami hal yang diuraikan oleh dr. Stephanie Pangau tadi: menderita sakit karena lumpur masuk ke bagian sinus, rongga kepala? Biarlah apa yang baru kita dengar tadi, membuahkan pertobatan dalam hidup kita, tidak lagi selalu merasa tidak puas akan semua hal yang kau alami, baru menghadapi sedikit masalah saja sudah trauma, stress, hampir gila. Karena inilah tanda-tanda seseorang yang tidak memahami anugerah, selalu membanding-bandingkan diri dengan orang yang lebih kaya dan mengeluh pada Tuhan: mengapa Kau tidak memberiku kekayaan. Atau membanding-bandingkan diri dengan orang yang lebih sehat, lalu bersungut-sungut pada Tuhan, mengapa Kau biarkan aku sakit. Ketahuilah: kita tidak punya hak menuntut apapun dari Tuhan, sebaliknya Dia justru punya hak untuk menunda bahkan tidak memberi uang, waktu, kesehatan…. anugerah apapun pada kita. Karena yang patut kita terima dari Tuhan hanyalah binasa. Kalau kenyataannya, kita bukan saja tidak dibinasakan, malah diberi anugerah dariNya, kita patut memuji pada Dia; soli deo gloria --terapi yang berbeda dengan terapi psikologi sekular, terapi yang didasarkan atas Firman Tuhan; berbahagialah orang yang memahami anugerahNya. Banyak kali, kita mengalami stress, sebab kita punya segudang ketidakpuasan yang sama sekali tidak masuk akal. Saya sangat tertarik akan dialog Allah dengan Yunus: “apakah masuk akal kalau kau begitu marah padaKu” jawab Yunus, “saya marah sampai matipun masuk akal”. Kalau Tuhan mau, Dia bisa saja meremas Yunus semudah kita membunuh semut, tapi Dia begitu humor, begitu penuh kasih. Dia melihat Yunus berteduh di bawah pohon yang rindah, maka malam itu, Dia mengirim seekor ulat untuk menggunduli pohon itu. Keesokan paginya, Yunus menemukan pohon itu gundul, dia jadi semakin marah, Tuhan bertanya padanya “untuk apa kau marah, kau tidak ikut menanamnya, hanya berteduh di bawahnya karena anugerahKu, tapi saat dia gundul kau merasa sedih karenanya, karena kau menyayanginya. Bagaimana dengan 120.000 anak-anak di kota Niniwe, yang tidak bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri, tidakkah Aku menyayangi mereka? Dialog Alkitab itu stop sampai disana. Bertobatlah kamu yang selalu merasa tidak puas. Jangan tunggu bencana besar seperti tsunami menimpa, barulah kau sadar, dulu kau pernah dicinta Tuhan, pernah menikmati sejahtera, bahagia besar. Sejak usia 22 tahun, saya selalu berpikir, kalau suatu saat dokter memvonis hidup saya hanya sisa dua bulan saja, bagaimana reaksiku? Karena saat itu saya sakit-sakitan, sampai perlu membawa bantal ke ruang kuliah di SAAT (Seminari Alkitab Asia Tenggara). Begitu juga dengan beberapa tahun terakhir, saya batuk-batuk begitu rupa, tetapi saya kotbah terus, akhirnya Tuhan menyembuhkan saya lewat seorang dokter yang menemukan pemicu batuk saya: salah satu jenis obat yang saya minum, maka setelah obat itu dihentikan, batukpun mulai reda. Heran sekali! Saya tidak pernah minta Tuhan memberi kesehatan, sejahtera, kaya, uang,….. Hanya minta Kerajaan Tuhan, Injil dikabarkan dengan cepat, lebih banyak orang cinta Tuhan. Tentu bukan maksud saya mengatakan, kita tidak boleh berdoa untuk hal-hal itu, tapi saya ingin menyaksikan penyakit lever yang sudah saya idap 20 tahun bukan saja tidak berkembang ke arah sirosis, malah sembuh total. Karena saya berada di dalam tangan Tuhan yang tidak pernah salah, itu sebabnya saat penyakit, bahaya, kesulitan datang menyerang, saat saya ditolak, dikutuk, saya tetap bisa memuji Tuhan. Tuhan tidak pernah merugikan orang-orang yang betul-betul mencintai Dia. Amin? Saya sempat berpikir: kalau dokter menvonis hidup saya, sehingga sisa dua bulan lagi, saya tidak akan masuk rumah sakit, melainkan membeli traktat sebanyak mungkin, menginjili di jalan-jalan, sampai kematian menjemput. Itulah jiwa saya yang betul-betul mau melayani Tuhan, dan Tuhan memakai saya sampai hari ini, puji Tuhan! Masih bisa hidup berapa lama? Saya tidak tahu. Yang saya tahu hanyalah: hari dimana saya masih diijinkan hidup, hanya akan melayani Tuhan, memuliakan Dia.Yakobus 2: 19-26. Di surat Roma terdapat dua jenis istilah dosa: 1. dosa-dosa (plural/jamak) 2.dosa (singular/tunggal). Apa bedanya dosa dalam singular form dan plural form? Paulus mengisyaratkan pada kita adanya arti khusus yang jauh lebih dalam dari sekedar harafiah. Kapan istilah dosa muncul dalam bentuk plural? Di ps.1-4, ps. 9-16, sementara istilah dosa dalam bentuk singular muncul di ps. 5-8, dimana Paulus mempersonifikasikan dosa sebagai satu pribadi. Sebenarnya, dosa bukanlah satu pribadi atau hidup yang Tuhan cipta, tapi dosa punya kekuatan, kemauan, kuasa membelenggu manusia, layaknya satu pribadi. Contoh: pemerintah adalah sekelompok orang yang diberi mandat oleh MPR yang dipilih oleh rakyat, untuk mengatur seluruh warga yang tinggal di negara itu. Jadi, pemerintah sebenarnya bukanlah satu pribadi melainkan satu organisasi, tapi tatkala kita mengomentari pemerintah, kita berkata, pemerintah ini mengatur negara ini dengan baik, seolah-olah kita memandangnya sebagai satu pribadi. Begitu juga saat Paulus berkata: upah dosa adalah maut atau dosa memberi kita upah: maut, dia mempersonifikasikan dosa. Pengertian dosa dalam bentuk singular dan plural ini mencelikkan mata kita, melihat akan kuasa yang mencengkeram, yang ada di balik kelakuan-kelakuan kita, maka Paulus menggambarkannya dalam bentuk plural form; perbuatan-perbuatan, yang didasarkan pada iman(bentuk singular). Kita sudah membahas perbedaan antar teologi Paulus dan teologi Yakobus: Paulus berbicara tentang justified through faith(bukan justified by faith, karena bahasa Gerika-nya; dibenarkan melalui iman, bentuk singular), tapi menurut Yakobus, kita dibenarkan lewat perbuatan-perbuatan (bentuk plural). Maka kita, orang Kristen dibenarkan dalam dua aspek: 1. Allah memberi status orang benar pada orang yang beriman padaNya. 2. Mempersiapkan dia melakukan perbuatan-perbuatan bajik, yang dapat disaksikan oleh sesamanya. Maka bagi Paulus, dibenarkan lewat iman itu dibenarkan oleh Allah, sementara bagi Yakobus dibenarkan lewat perbuatan-perbuatan itu dibenarkan oleh manusia. Kedua konsep itu bukan untuk diadu, melainkan disinkronkan lewat satu pengertian yang utuh: iman berada di dalam, sedangkan perbuatan berada di luar, iman ditujukan pada Allah, perbuatan ditujukan pada manusia. Yakobus menegaskan, orang yang hanya punya iman kepercayaan, tapi tidak punya kelakuan, imannya itu palsu. Demikian juga mereka yang berharap bisa menukar kelakuan baiknya dengan keselamatan dari Tuhan, hanyalah khayalan agama yang nihil. Orang Yahudi berpikir, saya melakukan Taurat, perbuatan-perbuatan saya cukup baik, maka saya bisa diterima oleh Allah, tapi kata Allah: Tidak! Tak seorangpun berbuat baik. Apakah maksud Allah, sama sekali tidak ada perbuatan baik di dunia? Bukan, yang Allah maksudkan adalah: tidak ada perbuatan baik yang sesuai dengan standarNya: di mata Allah, tak seorangpun cukup syarat, diselamatkan hanya dengan melakukan Taurat. Lalu siapa yang diselamatkan? Orang yang tak mungkin diperkenan oleh Allah lewat Taurat, tapi mau beriman pada Yesus Kristus. Karena Yesus Kristus-lah yang menggenapkan Taurat, mengalahkan kutukan Taurat, jadi hanya Dia yang sanggup membebaskan kita dari jerat Taurat, Dialah Juruselamat kita. Inilah yang Paulus tuliskan di surat Galatia: orang yang tak mungkin diselamatkan lewat Taurat, mau menerima Kristus lewat iman, penerimaan atas penerimaan itulah yang menyelamatkannya. Jadi, bagaimana dengan kita? Menyatakan iman yang benar. Bagaimana menyatakan iman kita itu benar? Lewat kelakuan yang dilihat oleh sesama, mereka mengakui bahwa kita sudah dibenarkan. Yakobus mengingatkan: are you monotheist: believe that only one God? Your faith is right, your doctrine is sound; semua hal yang kau pelajari di sekolah Teologi Reformed itu betul, tapi tak ada gunanya, kalau imanmu hanya berhenti pada doktrin saja. Nyatanya, kalimat percaya pada Allah yang Esa ternyata tidak mudah dimengerti, orang Israel perlu melewati ribuan tahun baru memahaminya. Seseorang yang berhasil meraih gelar Phd. dari Cambridge, pernah studi di bawah seorang yang sangat terkenal di Skotlandia, saya pernah mendengar profesornya berkata, he was in my class four years, but he never understand my thinking. Jadi, kalau seorang berkata, saya sudah belajar dari pak Tong, dan saya sudah menjalankannya. Tapi ketika saya lihat, ternyata berbeda dari apa yang saya ajarkan, hanya saja saya tak mau bicara, karena dia hanya memper-alat kalimat saya, tidak menangkap seluruh pengertiannya. Orang Israel tahu ayat yang paling penting, yang disebut syema: hear ye Israel, your God is the only God (Ul.6:4). Itu dari Musa, tapi sampai zaman Yosua, Elia, Elisa, Yesaya, Yeremia, ….. Sudah ribuan tahun, mereka masih saja menyembah Baal, Dagon, Asyitoret….. Dewa-dewa palsu. Kapan mereka mengerti? Setelah mereka dihajar habis-habisan, tanah mereka disita, Bait Allah mereka dibakar, mereka dibuang ke Babilonia selama 70 tahun, barulah mereka mengerti. Jadi, belajar teologi bukanlah masuk ke kelas, memperoleh angka yang tinggi, melainkan knowing God and truly know who He is and worship Him according to the true knowledge. Theology is normalization of abnormal relationship between God, man, universe, animals, angels and spiritual world. Kau percaya Allah itu satu? Betul, aku memberimu ijazah, tapi setan juga percaya Allah itu satu. Artinya ijazah yang kau miliki sama dengan ijazah yang setan miliki. Hati-hati! Pengertian yang kau miliki sama dengan yang setan miliki: benar. Jadi, setan belum pernah jadi ateis, tapi ateis bisa jadi mirip dengan setan. Satu-satunya ayat yang menyatakan setan itu teis bahkan dia percaya Allah itu satu adalah ayat ini, imannya, doktrinnya betul, tapi dia gentar. Karena apa? Only have true understanding in faith, but without grace, without relationship. Waktu saya membeli sesuatu di Hongkong, saya menginjili si penjual, katanya: “dulu, saya juga Kristen” “benarkah itu?” “Benar, coba dengar, aku percaya pada Allah, pencipta langit dan bumi,…..” Apakah kau sekarang masih ke gereja? “Tidak”. Dia mengerti semua yang diketahui orang Kristen awam, tapi hatinya tak punya iman yang bersandar ada Tuhan. Kau percaya Allah itu satu? Setan juga percaya, dia sama dengan kamu, doktrinnya benar, pengetahuannya beres, tapi setan gentar. Bagaimana denganmu? Mungkin kau berkata, aku juga takut pada Tuhan. Orang yang takut pada Tuhan tentu juga disertai gentar, tapi dia menerima anugerah Tuhan, itulah yang membuatnya berhenti gentar dan sekarang mulai menikmati Tuhan dan mewujudkan kenikmatan itu dalam kelakuannya. Itu sebabnya, iman tanpa kelakuan mati adanya. Saya mengakhiri kotbah hari ini dengan satu cerita pendek, seorang ayah mengumpulkan keenam orang anaknya, bertanya pada mereka “apakah pada cinta kamu?” “Cinta” “apakah kalian juga cinta papa?” “Cinta” “Siapa yang paling cinta papa?” Semua anak berebut menjawab “akulah yang paling cinta papa” “aku senang sekali, karena kalian semua cinta aku” Dia sengaja berhenti sebentar setengah menit, lalu sambungnya “aku punya sepucuk surat penting yang harus segera dikirim, siapa yang mau membantu saya mengirimnya?” “yang sulung berkata: saya sedang sibuk belajar”, anak kedua berkata “saya sudah janji dengan teman”, anak ketiga berkata “saya tidak enak badan” ….tadi semuanya mengaku cinta papa, tapi kini, satu persatu anak punya alasan menolak permintaan papanya, hanya si bungsu, dia mengenakan jas hujan, berdiri di dekat pintu sambil berkata “papa, biar saya saja yang mengirim surat itu”.Waktu di luar turun hujan deras, semua kakak-kakaknya menolak, tapi dia siap, siap mengirim surat untuk papanya. Sang ayah kembali mengumpulkan anak-anaknya, katanya “siapa di antara kalian yang cinta papa” Semuanya berebut menjawab “saya, saya”. Tapi katanya “sekarang saya beritahu kalian, anak yang benar-benar cinta papa adalah adik kalian yang bungsu, yang baru berumur 6 tahun, karena dia tidak banyak bicara, tapi dia siap untuk memenuhi permintaanku”.Kiranya Tuhan menempelak, menerangi hati kita, barangsiapa menjalankan perintahNya, mengasihi sesama, berperilaku baik, mengabarkan Injil, dialah orang yang mencintai Tuhan. Iman tanpa perbuatan mati adanya, mari kita mengaku dosa di hadapan Tuhan, berjanji menjadi orang yang berkelakuan baik.
(ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah--EL)