Problematika Asumsi Dunia (Pdt.Sutjipto Subeno)
PROBLEMATIKA ASUMSI DUNIA (1)
Pdt. Sutjipto Subeno
Seringkali sebagai orang Kristen kita didikte oleh asumsi-asumsi dunia, yang terkadang memang secara logis terlihat benar. Tetapi ada beberapa celah yang perlu kita soroti, sehingga kita tidak mau dijebak di dalamnya.
a. Kekristenan Ideal tapi Tak-Teraplikasikan
Salah satu asumsi yang seringkali didengungkan oleh mereka yang Kristen tapi tanggung adalah satu konsep bahwa ajaran iman Kristen itu sangat ideal, sangat baik, sangat tinggi, agung, tetapi sayang, nggak bisa diterapkan. Inilah pergumulan saya ketika mau jadi Kristen. Bagi saya, percuma saya jadi Kristen memegang ajaran Kristen yang sedemikian bagus, tetapi nggak bisa diterapkan. Bukankah itu sama dengan mimpi di siang hari bolong. Maka saya akan hidup dalam penipuan diri yang sangat besar. Dasar itulah yang menjadikan saya studi secara serius dan mendalami iman Kristen dan prinsip-prinsip ajaran Kristen yang tegas dan agung itu dan melihat dimana lubangnya. Setelah menjalani sekian lama, saya percaya sungguh dan mengalami sungguh bahwa iman Kristen bukanlah iman menara gading yang palsu, yang hanya merupakan utopia, tetapi betul riil dan bisa dijalankan.
Masalahnya adalah orang-orang yang sudah sebelumnya menetapkan bahwa itu mustahil. Orang-orang ini didikte oleh dunia, bahwa kalau hidup di dunia tidak mungkin dengan iman Kristen, harus dengan cara dunia. Asumsi ini yang justru perlu dipertanyakan. Betulkah cara dunia itu yang bisa diterapkan? Ataukah cara dunia itu yang akan membawa kepada kebinasaan? Betulkah dengan korupsi, manipulasi, kolusi, semua baru bisa jalan, ataukah justru semua itu yang membuat secara global sistem dunia ini menjadi macet, mempersulit diri, merusak diri, dan pada akhirnya justru menghancurkan diri?
Banyak orang pikir Mat 16:24-26 adalah ajaran yang absurd dan merugikan (orang harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Kristus setiap hari). Tetapi justru cara itulah yang terbaik bagi manusia.
b. Dunia berdosa harus diatasi dengan cara berdosa
Salah satu konsep yang sangat berakar secara natural dalam diri manusia, apalagi yang sudah berkembang dan berakar dalam dosa, adalah pola "mata ganti mata" dan "gigi ganti gigi." Konsep ini pada dasarnya tidak salah kalau diterapkan secara tepat, yaitu dari Allah terhadap manusia (antara Pencipta terhadap ciptaan), bukannya manusia terhadap Penciptanya, atau ordo yang tidak mutlak terhadap ordo yang mutlak. Tetapi egoisme manusia telah membuang segala bentuk pembedaan yang hakiki ini. Akibatnya, muncul konsep, kalau dunia yang berdosa menggunakan cara berdosa, maka itulah juga cara yang harus ditempuh setiap orang untuk bisa survive di tengah dunia.
Celakanya, ketika kita sudah menjadi Kristen, sikap ini masih terus kita bawa. Gejala ini juga tampak pada murid-murid Yesus sebelum mereka mengerti sesungguhnya apa itu Kekristenan dan pola pikir Kristen. Mereka berusaha menggunakan cara-cara yang musuh mereka lakukan, dan berusaha untuk membalas mereka juga menggunakan cara yang dunia lakukan.
Salah satu konsep seperti ini berlaku khususnya di dunia bisnis, yaitu bahwa dunia bisnis memang sudah dikenal sebagai dunia yang kotor, sehingga kalau bergerak disitu yang harus berkanjang lumpur. Makanya jangan pakai baju putih. Lebih baik pakai celana gombal saja. Dunia berdosa perlu dihadapi juga dengan cara dosa.
Tetapi kalau kita kaji lebih cermat, adakah satu bidang di dunia ini yang tidak tersentuh oleh dosa? Bahkan di dunia agama, dosa masuk begitu hebat, sehingga dunia keagamaanpun tidak bisa bersih dan suci murni. Fakta ini perlu disadari, sehingga kita sadar, kemana kita lari, kita juga akan berhadapan dengan fakta yang sama. Bukan hanya dunia bisnis (atau lebih sempit: cuma di kantorku saja) yang brengsek. Seringkali ada orang Kristen yang berpindah dari satu kantor ke kantor lain, karena ia merasa kantornya "kurang Kristen." Ia mencari lingkungan yang imun, tanpa virus dan tanpa bakteri. Maka satu-satunya tempat bagi dia adalah karantina.
Sejauh kita hidup, tidak mungkin kita bisa berharap ada satu tempat yang murni suci tanpa tersentuh dosa. Tetapi yang menjadi masalah, justru bagaimana di tengah dunia berdosa kita bisa tidak berdosa, atau lebih tepat memperjuangkan kehidupan pertumbuhan iman yang tidak berhenti berproses.
Salah jika kita mau didikte oleh asumsi dunia. Dunia berdosa tidak perlu dihadapi juga dengan cara dosa. Itu hanya menunjukkan bahwa kita jauh berada di bawah dunia, karena dunia yang mendikte kita. Seharusnya, kita bisa memberikan alternatif kepada dunia, untuk melihat cara penanganan yang lebih baik. Kita bukan mau membalik dunia, tetapi memberikan alternatif, sehingga dunia bisa melihat bahwa bukan cara mereka saja yang bisa dijalankan. Terobosan seperti ini memang membutuhkan tenaga, pemikiran, serta pengorbanan lebih besar. Tetapi sama seperti dunia juga berjuang keras untuk mendikte kita, marilah kita jangan mau dihanyutkan begitu saja, tetapi berjuang untuk juga menyodorkan alternatif kebenaran kepada dunia. Kita perlu merombak paradigma dunia dengan paradigma Kristen yang sejati. Baru dari situlah ada dasar pijak yang sejati dan acuan interpretasi yang benar untuk anak Tuhan bisa hidup di tengah dunia berdosa.
c. Kesucian Instan (Instant Holiness)
Asumsi ketiga yang sangat menyulitkan orang Kristen adalah konsep kesucian instan. Satu tekanan yang sengaja dunia berdosa kerjakan terhadap orang Kristen adalah tuntutan kesucian instan ini. Mereka tidak mau menerima konsep paradoks dan prinsip proses dinamis pertumbuhan Kristen.
Asumsi ini menekankan bahwa ketika kita menjadi Kristen, maka kita menjadi ciptaan baru, menjadi anak Tuhan, menjadi orang benar dan orang kudus. Istilah-istilah ini tidak salah, bahkan mutlak benar, tetapi interpretasinya yang bisa salah. Konsep ini kemudian dipakai dan dijadikan "truf" oleh orang non-Kristen untuk menekan orang Kristen. Mereka langsung menuntut kesempurnaan dari orang tersebut. Maka asumsi ini menjadi tekanan bagi orang Kristen, yaitu ketika bertobat, ia harus segera menjadi suci sempurna, tidak ada kesalahan atau dosa yang dilakukan lagi, semua konsepnya menjadi Alkitabiah murni dan hidupnya menjadi malaikat. Celakanya, banyak orang Kristen, yang mendapat tekanan untuk bersaksi dan memberitakan Injil "termakan" oleh asumsi ini, sehingga mereka berjuang keras untuk menjadi malaikat (atau orang suci). Akibatnya mereka menjadi stress berat. Setelah stress berat, banyak orang Kristen yang akhirnya malah meninggalkan konsep kesucian Kristen dan berkembang menjadi liar, karena mereka anggap tokh mau suci juga nggak bisa, mendingan nggak usah jadi Kristen sekalian, atau menerima segala kebrengsekan hidup sebagai kewajaran.
Kita perlu sadar, bahwa sekalipun ketika bertobat kita langsung berstatus orang kudus, tetap kita berada di dalam proses untuk mencapai kesempurnaan status itu. Kita perlu memperkenankan Tuhan dan Firman-Nya menggarap hidup kita secara dinamis di dalam proses waktu. Kita tidak bisa menuntut Tuhan merubah kita dalam waktu satu detik menjadi orang sempurna. Di dalam pembinaan-Nya Tuhan Yesus membiarkan murid-murid-Nya berproses di dalam waktu. Mereka seringkali berbuat salah, masih menyakiti hati Gurunya, masih bertentangan pola pikirnya, bahkan sempat menyangkal secara telak Tuhannya ketika berada di dalam kesulitan. Tokh Tuhan tidak "memecat" mereka menjadi murid. Tuhan memperkenankan adanya proses waktu untuk menjadikan mereka alat-alat yang efektif di tangan-Nya.
Tuntutan Kristen instan membuat banyak orang Kristen menjadi stress atau munafik. Mereka berusaha menampilkan hidup yang palsu demi agar bisa menunjukkan "ke-instan-annya." (mirip supermi). Memang kita perlu memproses hidup kita sebaik mungkin dan secepat mungkin bisa bertumbuh, tetapi kita perlu membiarkan proses itu terjadi di dalam waktu. Semakin kita bertumbuh, semakin kita mampu mengerti hidup dan panggilan kita di hadapan Tuhan, serta bagaimana kita menggarapnya sesuai dengan kehendak Tuhan. Untuk itu, kita perlu terus belajar, memproses diri dan siap dibentuk oleh Tuhan.
Soli Deo Gloria.