Mengekang Lidah
Yakobus 3:1-5
Setelah kita membahas tentang pentingnya kelakuan dan iman, hidup rohani kita yang sudah dibenarkan oleh Tuhan harus dinyatakan dalam perbuatan kita yang bisa disaksikan oleh sesama. Karena manusia tidak bisa melihat keberadaan Allah kita, tetapi hanya bisa melihat kita yang sudah diselamatkan, yang hidup di tengah-tengah mereka. Jadi, musuh kekristenan mungkin ada di dalam gereja, di dalam diri orang-orang yang mengaku dirinya sudah menerima Tuhan, tapi tingkah lakunya waktu di luar gereja, bertentangan dengan FirmanNya, itu sebabnya surat Yakobus, Tuhan beri untuk mengoreksi konsep orang Kristen yang hanya mementingkan iman, tapi tidak peduli akan kelakuan. Setelah Yakobus membahas tentang perbuatan kita yang akan membuat kita dibenarkan oleh orang-orang di sekitarmu: benar, dia adalah saksi Kristus, orang yang benar-benar beriman. Bukan untuk mendapat pujian ketika memuliakan Tuhan. Jadi memuliakan Tuhan bukan memuji Tuhan di paduan suara atau di vokal group, melainkan membantu orang yang berada di dalam kesulitan baik dalam bentuk moril, doa, maupun material. Allah yang bajik memberimu kekuatan untuk melakukannya. Yakobus memulai ps.3 dengan kalimat: hai saudara-saudara, jangan banyak orang di antara kamu mau menjadi guru. Mengapa? Karena kita tahu. Apa yang kita tahu? Guru akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Kadang-kadang kita menemukan, ayat yang sepertinya tak punya kaitan dengan bagian sebelum dan sesudahnya sangatlah menarik. Karena Kitab Suci adalah Firman Tuhan yang bersifat organik: hidup, maka setiap ayat pasti saing kait-mengait: kelakuan adalah cerminan konsep-konsep yang ada di dalam batinmu: you do what you think. Lalu apakah yang menjadi dasar dari pikiran kita? Ajaran! Jadi, perbuatan kita punya kaitan yang erat dengan pikiran kita, pikiran kita punya kaitan yang erat dengan pengajaran yang kita terima. Dengan pemahaman itu, kita tahu Yak.3:1, tidak mungkin tidak punya hubungan dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Itulah yang disebut pemahaman Kitab Suci secara organic understanding –pemahaman yang sulit kita temukan di buku-buku commentary manapun. Namun metode inilah yang akan memberi pengaruh pada penafsiran Alkitab abad ke-21. Kita berharap, orang Kristen bisa melihat Alkitab dengan lebih tuntas, karena ayat-ayat Alkitab punya kaitan yang begitu erat. Pengajaran yang tidak beres mengakibatkan pemahaman yang tidak beres, pemahaman yang tidak beres mengakibatkan kelakuan yang tidak beres. Mengapa perlu ada pengajaran? Karena ada kebenaran yang perlu disalurkan. Mengapa saya mengajar? Karena saya yakin, saudara membutuhkan kebenaran. Masalahnya: yang saya ajarkan itu Kebenaran yang sejati, atau pengertian salah saya terhadap kebenaran. Kalau saya sudah salah mengerti kebenaran, bahkan mengajarkannya pada saudara, itu berarti saudara menerima pengajaran yang salah. Maka, pengajaran itu penting luar biasa. Zaman dulu, di Tiongkok, ada seorang perampok yang tertangkap dan dijatuhi hukuman mati. Sebelum dieksekusi, dengan tangan yang terikat dia diarak keliling kota, jadi tontonan ribuan massa, tentu merasa malu luar biasa. Pihak berwajib memberinya satu kelonggaran untuk mengajukan satu permintaan, katanya, aku ingin berbicara dengan ibuku yang pasti berbaur di tengah kerumunan massa. Merekapun meminta ibunya menemui dia. Sang ibu maju ke depan dengan air mata yang berlinang-linang, dia tak pernah membayangkan dirinya harus menyaksikan buah kandungnya dieksekusi mati. Dia mendekati anaknya dengan rasa malu bercampur sedih, ketika dia sudah berada di dekat anaknya, anaknya berkata, mama, saya ingin menyampaikan sesuatu yang bersifat rahasia, bisakah kau mendekatkan telingamu ke mulutku? Tapi begitu telinga si ibu mendekat pada mulut si anak, si anak justru menggigit telinganya sampai putus, lalu katanya, dengarlah, mama, karena didikanmu yang salah, uang, uang selalu memenuhi pikiranku, maka aku merampok dan harus berakhir seperti ini. Sungguh, banyak guru mengajarkan ajaran yang salah pada muridnya, banyak ibu mengajarkan hal yang salah pada anaknya, khususnya dalam dua hal: iman kepercayaan dan moral. Seorang pendeta yang tidak mempelajari Firman Tuhan, tidak mengerti Firman Tuhan dengan sungguh, berani kotbah dengan sembarangan, dia tidak pernah berpikir; siapa yang bertanggung jawab atas pengajarannya yang tidak benar, yang sudah didengar ribuan orang? Akibatnya tentu sangat mengerikan: karena pengajaran salahmu yang sudah mereka dengar itu akan mereka laksanakan dan kabarkan. Peribahasa mengatakan, yi yan ji chu, si ma nan zhui; perkataan yang sudah terlanjur diucapkan, 4 ekor kudapun tak mungkin bisa menariknya kembali. Jadi, perkataan, ajaran salah tidak bisa ditaraik kembali, dan pengaruhnyapun tak bisa diprediksi. Jangan lupa, banyak konsep yang salah diawali dari pikiran yang tidak benar. Orang yang pikirannya jahat, iri, egois sering mengucapkan kata-kata yang secara tidak langsung menghasut banyak orang, berbuntut kekacauan yang tak kunjung reda, karena perkataannya yang bergulir terus bagai bola salju, tak bisa ditelusuri dari mana asalnya. Kita sering mendengar orang berkata “saya hanya mengucapkan satu kalimat saja”, bukan? Padahal kalimat itulah yang mengundang malapetaka besar. Menurut peribahasa Tionghoa, penyakit masuk dari mulut, malapetaka keluar dari mulut, makananmu bisa saja mematikanmu, kata-katamu bisa mematikan orang. Jadi, mulut adalah pintu masuk dan keluar, yang masuk ke dalam mulut adalah materi, yang keluar dari mulut adalah moral, ide: makananmu bisa mengancam kesehatanmu, ide-idemu bisa meracuni masyarakat, merusak moral anak-anakmu. Saya pernah bertanya pada seorang pemuda yang berusia 18 tahun “kelak kau ingin menikah dengan wanita yang seperti apa?” “janda yang kaya raya, meski tua, tidak masalah, setelah dia mati, saya akan menikah lagi dengan wanita muda yang cantik” “Hah! Apa katamu bisa kauulangi lagi?” “pak Tong, saya hanya bergurau” “Kamu berani bercanda seperti itu?” ingat: apa yang kita ajarkan pada anakmu, muridmu atau kawanmu tak gampang ditarik kembali. Jadi berhati-hatilah dengan ajaranmu! Itu sebabnya Yakobus memulai ps.3 dengan pengajaran: what you teach: say to others, convey what you have in your heart –itulah yang Yesus Kristus katakan. Dan yang Yakobus maksudkan dengan guru tentu bukan guru yang mengajar fisika, matematika, ilmu pasti, melainkan guru yang mengajar teologi, moral. Karena guru yang mengajar disiplin ilmu seperti itu hanya menyalurkan sesuatu pada muridnya, hidup dari si guru tidak berpengaruh pada muridnya. Sementara guru yang mengajarkan teologi, moral, kalau sendirinya tidak mengerti apa yang dia ajarkan, iman murid-muridnya akan diselewengkan. Kalau kelakuannya tidak beres, tentu akan menyeret muridnya menyeleweng secara moral. Karena moral itu beyond logic, beyond reasoning power, punya pengaruh yang sangat mengerikan, Hitler punya konsep yang salah: bangsa Jerman adalah bangsa yang paling superior, maka Jerman seharusnya menjadi pimpinan, menguasai seluruh bangsa. Akibatnya, tidak sampai 10 tahun kemudian, 6.5 juta orang Yahudi dibantai. Jadi, setting pikiran yang salah menghasut orang melakukan hal yang begitu mengerikan. Mengapa kita mengadakan sekolah teologi untuk kaum awam, juga mencetak buku-buku teologi? Karena kebenaran yang dibutuhkan oleh abad ini sudah begitu simpang siur, maka harus kembali kepada ajaran yang benar. Yesus Kristus dipuji oleh Allah Bapa. Dia tidak kecewa, tidak putus asa, tidak berasap bagaikan sumbu yang hampir padam, tidak akan terkulai bagaikan buluh yang terpatah, sampai kebenaran ditegakkan di atas bumi (Yes.42) –itu jugalah tugas hidup kita. Hai semua orang di GRII perhatikanlah: berapa banyak usaha yang kau kelola, berapa banyak uang yang kau dapatkan adalah urusan sekunder, hanya untuk menunjang hidupmu. Karena tugas hidup kita yang utama adalah: menegakkan kebenaran, mengabarkan Firman, memberitakan Injil, melaksanakan kehendak Allah; the greatest privilege of man living on this earth is to glorify God and to enjoy Him –ajaran teologi Reformed. Kalau konsep-konsep yang benar ini tertanam di dalam diri kita tentu akan mempengaruhi pikiran kita, kelakuan kita, kebiasaan hidup kita sehari-hari. Ay.1, jangan banyak orang menjadi pendeta, pengajar yang asal-asalan, karena mereka akan dihukum dengan standar yang lebih tegas. Kata Martin Luther, kecuali kau punya panggilan yang benar-benar dari Tuhan, kau mau menjadi orang yang bertanggung jawab, kalau tidak, janganlah menjadi hamba Tuhan. Memang parodoks: saya adalah seorang hamba Tuhan di abad ke 20-21 yang paling banyak memanggil orang menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan, tapi saya juga tahu, kelak hamba Tuhan akan menerima penghakiman yang berat. Jadi, yang penting bukanlah melayani atau tidak melayani, melainkan melayani dengan sungguh-sungguh atau tidak. Maka bereskanlah pengertianmu, belajarlah dengan baik, lalu melayani segiat mungkin. Dengan cara itulah, Tuhan dimuliakan, manusia beroleh berkat. Peribahasa Tionghoa mengatakan chu shi jie duo yan, yan duo bi shi; dalam hidupmu sebagai manusia ada satu pantangan: jangan banyak bicara.. Orang yang banyak bicara pasti tenggelam dalam kesalahan. Setelah statement jangan banyak orang menjadi guru, barulah disambung dengan statement; harus mengekang lidahmu. Sejak kecil, saya selalu berpikir, mengapa kita punya dua mata, dua telinga, padahal mata hanya punya satu fungsi: melihat, telinga hanya punya satu fungsi: mendengar, sementara mulut yang punya begitu banyak fungsi: makan, minum, berbicara, bersiul, mencium anakmu, menggantikan fungsi hidung saat hidung tersumbat….. Hanya ada satu? Xenophanes, filsuf Gerika memberi jawab: the nature grant us with two eyes and two ears, but only one mouth is for us to see more, to listen more, and to talk less. Namun bagi saya, ajaran Alkitab begitu berbeda: not the nature grant us with two ears, two eyes, but God created us. Mengapa Allah menciptakan kita dengan dua mata, dua telinga tapi hanya satu mulut? Agar kita bisa melihat yang baik dan yang jahat dengan mata kita, mendengar yang benar dan yang salah dengan telinga kita, tapi setelah kau terima semua datanya saat kau harus bersaksi, bersaksilah hanya untuk kebenaran. Seperti kata Yesus, jika ya, katakanlah ya, jika tidak, katakanlah tidak. Kalau banyak bicara berasal dari si jahat, artinya: you say something only to witness truth, to support the right one. Kita belajar dari diri Yesus Kristus, tak satu kalimat yang tidak benar, yang bukan bersaksi bagi kebenaran keluar dari mulutNya. Saat Dia harus menyatakan pendirinan, kataNya: aku dilahirkan sebagai Raja, I come to be the witness of the truth. Pada waktu diminta untuk melakukan mujizat oleh Herodes, Dia membungkam, karena Dia tahu, Herodes tidak layak menyaksikan mujizat atau mendengar satu kalimat dari mulutnya. Jangan ada banyak orang ingin menjadi guru, karena pengajaran salah yang keluar dari mulut kita akan merusak moral, etika seluruh dunia. Lalu sambungnya, jika seorang tidak bersalah dalam kata-katanya, dia adalah orang yang sempurna? Mungkinkah kita jadi sempuna karena melakukan Taurat? Tidak mungkin, tapi Taurat bisa menyempurnakan kita. Dengan cara apa Taurat menyempurnakan manusia? Cinta kasih; saat kau benar-benar mengasihi Allah dan sesama, kau sempurna di mata Taurat. Selain itu, kau akan disebut sempurna, kalau kau tidak melakukan kesalahan dengan mulutmu. Coba pikirkan, apa sebabnya kau merasa jengkel, benci, dendam, pada seseorang? Tentu, karena di hatimu, dia pernah mengatakan sesuatu yang sangat menyakitkan, sangat menghinamu di depan banyak orang, kata-katanya tak bisa kau lupakan seumur hidup, bukan? Maka kata Yakobus, kalau kau bisa mengekang mulutmu dengan baik, kau adalah orang yang sempurna. Menahan diri dimulai dari menahan lidah. Karena lidah adalah anggota tubuh kita yang ukurannya tidak besar, tapi bisa mendatangkan malapetaka, mengakibatkan peperangan, kebencian yang tidak berakhir itu. Itu sebabnya, belajarlah untuk mengekang lidahmu, belajarlah memilih kata-kata yang bersifat konstruktif mengucapkannya seturut urutan yang benar. Kalau kau menghardik anakmu: hey, mengapa kamu begitu kurang ajar? Meski kau pintar, percuma saja. Coba balikkan, kau adalah anak yang pintar bukan? Jangan nakal, jangan kurang ajar ya. Sama-sama mengatai dia kurang ajar dan pintar, tapi hasilnya sangat berbeda. Maka berkata-kata perlu bijaksana. Investasi terbesar dalam hidup bukanlah uang melainkan smiling face, wisdom in speech is so friendly in approaching. Yak.3 adalah satu-satunya pasal di Alkitab yang membahas lidah dan khasiatnya, juga membahas bijaksana yang sangat berbeda konteksnya, tapi tidak berbeda sifatnya dengan bijaksana yang dibahas Perjanjian Lama. Semua kita ingin menjadi orang berilmu, belum tentu bijaksana, sebaliknya orang bijaksana pasti menyukai ilmu. Bijaksana berasal dari mana? Menahan nafsu, menahan nafsu dimulai dari menahan lidah. Jadi, kalau lidahmu tak mau dikekang, suka membocorkan rahasiai mengatakan hal yang membuahkan kekacauan, perselisihan, dia patut ditusuk dengan pedang, agar tidak bicara lagi. Mari kita minta Tuhan menolong kita belajar untuk menguasai lidah. Dan menguasai lidah diawali dari menguasai hati. Peliharalah hatimu lebih dari memelihara segalanya, karena dari sanalah terpancar seluruh hidupmu. Saat hatimu, pikiranmu, kata-katamu…dikontrol oleh Roh Kudus, kau akan menjadi orang yang sempurna. Maka serahkanlah hatimu kepada Tuhan, agar pikiranmu diisi dengan FirmanNya, lidahmu hanya bersaksi bagi kebenaran. Kiranya Tuhan memimpin kita menjadi orang Kristen, pelayan Tuhan yang berani mempertanggung jawabkan setiap kalimat yang keluar dari mulut kita.
(ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah--EL)
<< Home